Posts Tagged With: Walk Alone

Unplanned Journey Yet Unforgettable

Perjalanan yang ke situ-situ lagi, sebenarnya. Depok – Bogor – Jakarta. Tetapi seperti biasa, setiap episodenya selalu istimewa dan menyisakan kenangan manis. Perjalanan menutup tahun masehi 2014 tanpa rencana sama sekali. Perjalanan kali ini lebih membekas untuk ruhani. Lumayan, aku menikmatinya dengan perbanyak istighfar.

Kita mulai dengan rute Bandung – Depok pada tanggal 30 Desember 2014, yuk? Pukul delapan pagi, sudah duduk manis di dalam bus dan siap berangkat. Sebelum ponsel tewas dengan sukses, sebuah pesan masuk mendarat di Facebook. Ada undangan dari teman-teman HITS 8090 Regional Bogor untuk malam hari. Aku terpana. Rencana ke Jagakarsa sepertinya dibatalkan. Baiklah, aku menyetujuinya.

Sampai di jembatan UI (tak jauh dari flyover UI) bus MGI mogok dengan cakepnya. Menunggu 30 menit tak kunjung ada tanda mesin bus berfungsi lagi, aku dan krucil memutuskan turun dan melanjutkannya dengan angkot. Sampai di jalan Nusantara Depok I pukul 11.30 siang. Krucil minta makan siang. Akhirnya memesan mie ayam yang dahulu menjadi langganan kami.

Berkah silaturrahim pertama pun merekah. Tukang mie ayam yang sudah lama tak kujumpai, menyiapkan 3 porsi untuk kami dan semuanya gratis! Allah!♥ “Serius, No?” (nama penjual mie ayamnya adalah Yono). “Iya, Mbak. Serius. Kayak sama orang lain aja. Beneran.” Kalau aku menangis kan norak ya jadinya? Akhirnya aku bilang, “Berkah daganganmu ya, No. Sukses. Lancar. Mudah-mudahan makin laris, bisa nambah gerobak. Salam buat anak istrimu.” Yono mengamini.

Sementara krucil bersama opungnya, aku segera berangkat ke lokasi silaturrahim kedua. Studio 21 Depok Town Square. Ini pun mendadak. Aku mengetahui dari linimasa mbak Asma Nadia bahwa ada nonton bareng film Assalamu’alaikum Beijing di 21 Detos pada tanggal 30 Desember itu justru pada tanggal 29 Desember malam hari! Kelabakan, menghitung jarak dan waktu sampai di lokasi yang rasanya mustahil. Tetapi bismillah, aku nekat. Nyatanya, aku baru hadir pukul 14.00 WIB di Detos.

Aku menemui bunda Helvy, menyapanya, dan mengatakan bahwa aku kehabisan tiket. 10 menit kemudian, sebuah tiket pun sampai dalam genggaman. Keajaiban dan berkah kedua. Dzikir syukur itu membuncah dari jiwa. Allah, indahnya mengeratkan kembali hubungan antara penulis senior dan penulis pemula. 😉

Pukul lima sore, aku meluncur ke Cilebut, menuju rumah kang Kemal. Yes, lokasi untuk kopdar dadakan akan diadakan di Bukit Cimanggu City. Meski aku harus merogoh ongkos 2x dari yang seharusnya (dari ceban normalnya, aku membayar 20rb), toh tergantikan dengan lebih dari 15 teman baru yang kudapatkan dan makanan lezat tumpah ruah di sana. Alhamdulillah yaa Allah, berkah dan rezeki ketiga dalam sehari.

Belum cukup cinta Allah, aku diundang untuk menginap di rumah teh Anne. Suatu kehormatan berikutnya. Ada yang aneh. Laptopku tak berfungsi sama sekali. Mungkin pertanda dari Allah, aku harus istirahat. Bukannya malah kerja tengah malam dalam kondisi tubuh dan pikiran sudab di titik nadir. Hihihi…

31 Desember 2014. Depok pada pukul 09.15 WIB. Aku sudah sampai di Detos (LAGI) untuk bertemu dengan teman-teman dari Gerakan Nasional Anti Miras Chapter Depok. Baiklah. Kepagian. Aku bertemu kembali dengan uda Aslim yang sudah 4 tahun tidak berjumpa. Alhamdulillah, melihat beliau masih sehat, senang sekali rasanya.

Kemudian bertemu dengan Topson dan Yessy setelah sekian lama (padahal baru 1 tahunan 😛 ) juga menyenangkan. Diajak sarapan oleh Topson adalah rezeki berikutnya. Kemudian, bertemu dengan uni Fahira adalah puncak dari jadwal di Detos. Selesai shalat Dzuhur, aku segera ke masjid Baitul Ihsan yang berada di kompleks Bank Indonesia Jakarta Pusat.

Tiba di stasiun Gondangdia tepat ketika azan ashar berkumandang. Disambut hujan. Sepertinya, aku harus bersiap dengan segala kemungkinan. Aku merasa, inilah saat ujian itu tiba. Pertama, nyaris sulit mendapatkan bajaj yang bisa sepakat ongkosnya. Setelah mendapatkannya, masih harus terjebak memutar arah dari Kebon Sirih ke Tanah Abang. Sampai aku berpikir, “Bego banget tadi gak turun aja di pintu Kebon Sirih, ya?” Sampai di masjid BI, badan yang mulai terasa gak enak pun tak kupedulikan. Aku terlalu senang bertemu dengan teman-teman lama.

Akhirnya benar tak mengenakkan. Aku tumbang sejak selesai isya. Hingga tengah malam, sakit perut luar biasa. Sekitar pukul sebelas, jackpot dua kali. Luar biasa rasanya. Gemetar. Hasilnya, aku tak bisa khusyuk untuk qiyamul lail yang dimulai pada pukul dua dini hari. 3x absen hanya untuk ke WC. Nyeri seluruh sendi. Menghabiskan empat saset jamu Tolak Angin dalam enam jam. Mantaplah.

1 Januari 2015.

Puncak tujuanku ke masjid BI adalah doa setelah shalat witir. Doa yang sudah kubungkus rapi dalam ingatan dan hendak kulangitkan pada-Nya, nyaris berujung sia-sia. Sebelum akhirnya setengah sadar seperti mau pingsan, aku ingat bahwa aku masih sempat memanggil satu nama. Setelah itu semuanya gelap.

Aku tersadar persis ketika azan subuh terdengar, “Ashsholatu khoirum minannaum…” Dengan tenaga yang sudah tersisa, aku menyempurnakan mabit seadanya. Menangis di akhir doa. Apakah segalanya akan sia-sia hanya karena aku sakit mendadak? Entah.

Sakit fisik ternyata masih bisa kutahan. Ketika aku bertemu dengan seorang ustadz yang sudah enam tahun tak bertemu, hancur lebur semua pertahanan jiwaku. Beliau menanyakan hal yang sangat kuhindari selama ini. Akhirnya aku menyadari satu hal, suatu saat memang harus kuhadapi kenyataan. Pertanyaan itu harus kudengar dan beliau menunggu jawaban. Memaksa dalam pandangan matanya. Aku menjawabnya nyaris tanpa suara. Tercekat. Habis sudah semua kekuatanku.

Aku mencoba beristirahat. Pukul delapan pagi, aku meninggalkan masjid. Kesadaranku hanya setengah. Sambil beristighfar tiada lepas, aku memilih naik TransJakarta dari halte BI ke…Dukuh Atas! Bukannya ke Harmoni untuk langsung ke Lebak Bulus, aku malah berkeliling kota. Dari Lebak Bulus, aku ke Matraman, lanjut ke Kampung Melayu, dan berakhir di Pasar Rebo.

Kebodohanku masih berlanjut. Menunggu bus jurusan Jakarta – Bandung selama sejam tak menunjukkan hasil. Tubuh sudah tinggal ambruknya. Oke, aku memutuskan untuk bergerak ke terminal Kampung Rambutan. Itu pun tak langsung dapat bus. Menunggu sekitar 15 menit, baru bus membuka pintunya. Menunggu lagi 15 menit, akhirnya bus meninggalkan terminal.

Tak sempat kucatat apa nama busnya dan nopolnya. Begitu dapat tempat duduk, aku langsung tertidur. Bangun hanya untuk membayar tiket, tertidur kembali, dan bangun lagi di pintu tol Pasir Koja pukul tiga sore. Selesai? Belum. Aku turun di halte Trans Metro Bandung depan terminal Leuwipanjang, menunggu bus Damri selama… Sejam! Nikmat kan?

Sesampainya di rumah, setelah membereskan tas dan mandi, lalu shalat ashar, kemudian membuka laptop. Gila, emang! Mencoba mengerjakan beberapa tugas yang tertinggal sambil mendengarkan murottal. Selesai isya, aku terkapar dengan kondisi laptop menyala. Aku sudah tak peduli lagi.

———————

Sungguh bukan perjalanan yang mudah untukku. Oh, bukan tentang fisik yang terkuras. Ini tentang jiwaku yang merasakan ada sesuatu. Tetapi, di luar semua itu, aku tetap bersyukur kepada Allah atas satu hari lagi yang Dia berikan padaku. Setiap hari.

Categories: Journey | Tags: , , | Leave a comment

3 Days, 3 Big Cities, Lot of Stories

Benar-benar luar biasa. Semua nyaris keluar dari rencana semula, namun berakhir bahagia dan semua senang 😉

Festival Pembaca Indonesia, Museum Nasional Jakarta, 6-7 Desember 2014.

Festival Pembaca Indonesia, Museum Nasional Jakarta, 6-7 Desember 2014.

Bermula dari niat ingin mensyukuri usia Umar yang baru pada tanggal 7 Desember dan aku harus menghadiri workshop mendongeng dari sahabatku (meski bete banget karena sesi reuninya hanya berlangsung 15 menit, padahal gak ketemunya udah 14 tahun! 😦 ), kemudian aku menjadwalkan HANYA akan pergi pada tanggal 6 Desember sore dan pulang 7 Desember sore. Selesai. Begitu? Gak juga ternyata.

Tanggal 5 Desember sore hari, aku dikabari oleh Esmony bahwa akun Facebook dia bermasalah. Akhirnya, semalaman (selesai pukul dua dini hari tanggal 6 Desember) aku mencoba membantunya menyelesaikan perlindungan ganda untuk akunnya.

Tanggal 6 Desember, seharian aku ada di Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta untuk menemani teman-teman dari Buku Berkaki menjelaskan kepada pengunjung Festival Pembaca Indonesia tentang apa yang disebut BuKi tersebut.

Pulang dari museum pukul empat sore menuju Harmoni dengan berjalan kaki. Baru sampai pengkolan ke arah Jalan Abdul Muis, rasanya sudah setengah mampus. Pegal dan lelah. Hastagah, sepertinya aku sudah renta. Muehehehe….

Tanggal 7 Desember, hari milad jagoan sulungku ♥ nih! Sementara aku harus mengikuti workshop mendongeng, makanya pagi hari aku kembali melanjutkan jadwal di Museum Nasional. Selesai shalat zuhur, aku bergegas menjemput krucil yang nota bene anak-anakku di Depok, dan melanjutkan perjalanan ke Bekasi. Jadi, dalam sehari tiga kota. 😀

Capek? Banget. Seneng? Pastinya! Bertemu sahabat lama, berkenalan dengan teman baru, mendapat buku gratisan, dan semakin dekat dengan Esmony dengan cara yang luar biasa tak terduga dari Allah.

Belum berakhir perjalananku. Catatan ringan lainnya akan terus ada. Sampai tiba saat aku akan menuliskan tentang perjalanan penting lainnya.

Thanked to Allah for everything. So wonderful!

Categories: Journey | Tags: , , , , | Leave a comment

Empat Hari Penuh Cinta dan Rindu

Dilarang protes dengan judulnya!

Oke, sekadar kembali ke tanggal 19 Mei. Aku mendapat info untuk meeting di Bintaro pada tanggal 21 Mei. Kedubrakan? Banget. Tanggal 21 HARUS tiba pada pukul 10 pagi tanpa tapi. Mikir dong. Soalnya krucil ditinggal dari subuh itu sesuatu banget. Kalau aku pergi tanpa sempat melihat mereka bangun, kok ya aneh rasanya. Kemudian mereka bangun mendapati aku sudah tak ada di rumah, pikiranku langsung parno. Oke, aku melakukan sesuatu yang super nekat: Tanggal 20 harus berangkat. Titipkan krucil pada opung mereka di Depok, sementara aku sih nginep di mana pun jadi.

Tanggal 20 itu, aku jungkir balik degdegan menunggu kabar donatur (wakakaka, kudu ya disebut donatur? *celingukan* orangnya baca gak ya?) sekadar ongkos sampai dulu ke Depok. Nekat is my middle name. Hihihi… Setelah mendapat kepastian, aku dan krucil berangkat ke Depok. Sampai di rumah opung Sagala, menitipkan mereka yang langsung disambut heboh oleh opung dan kakaknya. Rame aja. Aku tak bisa lama karena harus segera capcus ke Pengasinan untuk bertemu Bang Gawtama di resto kecilnya. Apes banget sampai sana sudah tutuuuuuupp… *drama dimulai*

“Aku pulang ya. Nomermu sudah dicatat Rahmat,” Bang Gawtama menulis di WA yang membuatku jengkel. Yasalam, lost in the middle of nowhere deh aku. Oke, dulu Pengasinan sampai Parung adalah daerah jajahanku. Dulu, sampai tiga tahun yang lalu 😀 Sekarang kan sudah beda kayaknyaaaaa… Dengan hati gondok, aku turun di Pengasinan disambut tawa jeleknya Bang Gawtama. Kampretos.

Kami ke resto Cekerz Loverz (hey, kamu bisa follow Twitter-nya @cekerzloverz ya!) dan bertemu dengan sang koki, Kang Ivan dengan dua asistennya (elabuset lupa nama mereka 😀 ) dan Rahmat. Ternyata mereka semua memang satu tim relawan. Wokeh sip. Bertambah lagi teman dan saudaraku 🙂 Alhamdulillah 🙂 Ini hikmah pertama dari harus nekatnya aku berangkat sehari lebih awal. 😉

Aku dan Rahmat pergi ke Ciputat. Menuju base camp para relawan. Seru? Pasti 🙂 Apalagi aku sudah lebih dari 5 tahun gak ke sana. *jeng jeng* Tengah malam, dingin, dan dengan sotoynya aku baru ingat gak bawa jaket. Cihuy deh! Rasanya badan mulai kasih sinyal rada jelek nih. Udah ah, lupakan. Nikmati saja tengah malam di pinggir jalan ala preman. *halah* Makan malam sambil cekakakan bareng Rahmat seru juga. Anak muda itu ternyata bawel 😀

Pagi hari tanggal 21, aku bersiap ke Bintaro. Sumprit, seumur hidup, aku belum pernah ke daerah ituuuu… Aku menghindarinya! Wew 😀 Tetapi hari itu, aku mau tak mau harus ke sana. Berdoa agar tak nyasar pun rasanya percuma 😆 Karena terbukti, aku nyasar sampai ganti angkot 5x! Bhwahahahahaha 😆 Backpacker sejati tak takut nyasar dong ya? *pembenaran* Sampai di lokasi meeting pukul delapan pagi ternyata kepagian. But it was better than late and I lost my chance. Iya kan?

Setelah selesai satu urusan, aku menuju Giant Express persis di seberang kantor meeting pertama. Aku menunggu Shinta, upline bisnisku. Dasar banci colokan, yang dicari harus tetap stop kontak dong 😛 Sharing selama 3,5 jam dengan aneka coretan catatan berakhir manis. Aku kembali ke Depok yang disambut hujan deras gak pake ampun. Kehujanan, kuyup, dan pusing. Sampai di restonya Bang Gawtama lagi karena ingin menuntaskan penasaran 😛

violet dan surabi cokelat keju ^_^

Oke, aku sudah menikmati satu surabi rasa cokelat keju (standar banget pesananku, gegara rasa durian gak ada 😦 ) (jangan lupa follow @soerabigawat yah!) dan segelas Violet. Ini gak bisa dijelasin, pokoknya cobain aja sendiri! *enaknya wisata kuliner tuh begini* Baru selesai makan surabi (sambil mengerjakan draft tulisan yang gak kelar-kelar itu!), sudah disodorin nasi goreng selimut ala Kang Ivan. Rasanya? Cobain aja sendiriiiiii…. *kang Ivan kudu tanggung jawab karena udah bikin ketagihan nih!*

Malam hari, aku menuju kost Tammy di Margonda. Preman pasar itu kostnya masih di tempat yang sama. Bagus. Dengan sisa tenaga dan aku mulai merasa ngedrop, sampai juga di kost penuh dengan buku itu. Ini hikmah kedua. Aku bertemu dengan teman gokilku. Melepas kangen 🙂 Etapi satu hal… Emang betein kalau sekamar dengan orang yang punya status LDR. Koplak deh. Aku mau banyak cerita, tapi dianya asyik pacaran di telepon. Hih! Untung saja aku juga ditelepon Sean, jadi gak bete-bete amat sih.

Besok paginya, dimulailah drama kedua. Sakit perutku seperti ditonjok. Ya Rabb! Malah sakit di kost orang. Seharian aku gak bisa ngapa-ngapain. Tilawah aja sambil tiduran. Shalatnya hanya sanggup sambil duduk. Parah banget sakit perutnya. Yah, ini teguran dari Allah, aku udah sok jagoan jalan tengah malam setelah sekian lama gak pernah ngetes ketangguhan badan sendiri. Sotoy. Rencana pulang ke Bandung pun terpaksa ditunda. Yah, ini sih kesenengan krucil ama opungnya deh. Hehehe… Malamnya, Tammy membawa seporsi sate kambing. Ahay! Mantaaaaaappp!!! Pas banget anemia aku juga kambuh sih. Menikmatinya dengan cara meringis. Hihihihi.

Pagi hari, aku keluar dari kost Tammy. Mau gak mau, hari ini pulang. Aku mencari sarapan. Karena tidak menemukan yang pas, ketika mata melirik ke KFC Margonda, rasanya mau jedotin kepala ke kasur. Junk food lagi, An? Eeeewww…. Tapi ada colokan! Itu surga duniaku! *pembenaran lagi deh* Di sini, aku menemukan hikmah ketiga 😉 Lebih tepatnya (yang boleh diketahui pemirsah), di KFC aku hanya berteduh. Selepas ashar, aku menjemput krucil dan kembali ke Bandung 🙂

Sampai di rumah tepat pukul sebelas malam. *pingsan* Setelah membersihkan badan, kami bertiga terkapar tak berdaya. Capek ya bok! Tapi senangnya luar biasa 🙂 Hikmah, berkah, dan bahagianya berlipat ganda 🙂

Rinduku terpuaskan. Cintaku semakin berbunga. Ahay ♥ 😉 Bertemu teman lama, bertemu teman baru, mengalami nyasar lagi, dan aneka pengalaman lain itu seru lho.

Perjalanan tak selalu harus menempuh ribuan kilometer. Terkadang, meski hanya 300 kilometer, cukuplah untuk menambah lembaran kenangan berikutnya 😉

Categories: Journey | Tags: , , | Leave a comment

I Am That Diana. Got It?

Ini judulnya rada kepedean sih. Tapi gak masalah. Demi. Demikian. *halah* Sebentar… Aku lagi sedang menyusun mimpi tentang satu tempat.
    London Bridge is falling down
   Falling Down
   Falling Down
   London Bridge is falling down
   My fair lady…

Lagu itu kutahu pertama kali dari kelas beginner les bahasa Inggris 😀 Lagunya asyik banget. Tentunya karena faktor “London” dan “bridge” itu. Seperti apa sih bentuknya? Adanya di mana? Penasaran.

Ini berawal dari pertanyaan sederhanaku ke almarhum Bapak bertahun silam, saat aku masih polos, lugu, dan imut-imut. 😆

“Pak, kenapa nama Teteh bule begini?” Tetapi Bapak hanya diam, tersenyum, dan melirik Mama. Akhirnya, setelah kudesak sambil merengek penasaran, Mama menjawab begini, “Bapakmu itu nge-fans banget sama Lady Diana. Kamu lahir ketika Pangeran Charles mulai dekat dan berencana bertunangan dengan ibu guru itu. Jauh sebelumnya, Bapakmu memang sudah berharap jika anak yang lahir berjenis kelamin perempuan, akan diberi nama Diana.”

ngebayangin saat Diana Spencer menikah di sini...

ngebayangin saat Diana Spencer menikah di sini…

Aku nyengir. Berat bener itu nama. Harapan Bapak adalah seperti ini: aku menyukai anak kecil seperti Diana Spencer yang pernah menjadi guru. Kemudian, ramah dan mudah bergaul. Lalu, hidup bahagia selamanya.

Oh, crap! Bagian itu bikin aku terkekeh. “Pak, tinggal di istana itu kayak dongeng aja deh,” aku menggeleng. Tapi Bapak buru-buru menyanggah. “Hus! Maksudnya gini lho, Teh. Kamu hidupnya yang lurus aja, gak usah pake macem-macem lah. Dinikmati, ya. Sekolah yang bener, kuliah lulusnya tepat waktu, kerjanya juga yang rajin biar naik jabatannya juga mudah.” *glek* Aku kecil hanya bisa nyengir. Tapi kemudian, satu hal yang pasti, aku jadinya NGEBET SETENGAH MAMPUS UNTUK BISA KE BUCKINGHAM PALACE. *catat dalam wishlist*

ada menu sate ayam madura gak saat dinner?

ada menu sate ayam madura gak saat dinner?

Ketika tahun 1997 Lady Di tewas kecelakaan, lumayan sedih juga. Sampe sempet mikir, “Waduh, kakak kembar gue meninggal nih. Gak bisa liat dia wara wiri di tivi lagi dong? Etapi ada anaknya yang ganteng itu yaks?” 😆 Dan hal itu semakin menguatkan impian untuk datang ke ke Inggris. Demi apa? Demi merasakan kesempurnaan menjadi seorang Diana. (oke, ngigo ya? 😛 ) Pengin banget nginjek London trus dengan noraknya bilang, “Aku sudah sempurna menjadi seorang Diana.” *ngakak koprol sepuluh kali lapangan bola Old Trafford*

Oke, apa sih yang bikin aku makin tergila-gila dengan Inggris dan kenapa aku harus pergi ke Inggris??? MANCHESTER UNITED!!! Sejak tahun 1990, tepatnya. Itu saat pertama kali ngerti kenapa 22 orang lumayan bodoh berebutan satu bola yang menggelinding di lapangan segitu luas selama 90 menit dan yang capek sebenernya penontonnya 😆 Kenapa harus MU? Kenapa bukan Chelsea atau Liverpool atau Arsenal? Jujur aja, dulu sih pertama kali alasannya cukup naif: David Beckham! Moahahahahaha… Etapi setelah mempelajari tentang sejarah MU, oke, memang layak didukung lahir batin! Glory Glory Manchester United! \m/

GLORY!!

GLORY!!

Nah, apa lagi?

I got arms that long to hold you
And keep you by my side.
I got lips that long to kiss you
And keep you satisfied, oooh.

Ahahahaha, YEAH! BEATLES!!! Entah karena apa aku bisa suka banget sama Beatles. Faktor Lennon? Faktor McCartney? Faktor lagu-lagunya yang emang bikin aku selalu merasa nyaman? Yang pasti, ini karena Bapak dan Mama dulu suka ngajak aku ngobrol soal kwartet Inggris ini, terutama faktor Yoko Ono itu lho, dan akhirnya bikin aku penasaran untuk muterin lagu Beatles pertama kali…. Lagu “Yellow Submarine.” Salah lagu deh. Aku gak begitu klik ketika pertama kali mendengarnya. Ah, tapi sutralah. Oh ya, aku ingat di kelas les bahasa Inggris, ada sesi menghapal lagu “Yesterday”. Entah kenapa lagi, lagu ini yang bikin aku makin penasaran dengan Inggris. Lagu mellow yang bikin aku gak berhenti berkhayal… Kapan ya ke Inggris?

ngimpi ngerasain nyeberang di sini :D

ngimpi ngerasain nyeberang di sini 😀

Robin Hood (oh, he should be my real hero, then), Thames River, Big Ben, Sherlock Holmes, Harry Potter (ehm, aku gak harus nyungsep nyasar di Platform 9¾, kan?),  daaaaaaaaaaaaaaaannn…. Pangeran William! Eh, aku punya kesempatan bertemu “anakku” gak? *ditimpuk pakai mahkota ratu* 😛 Hey, because am that Diana. Rite? No! 😛

Kenapa aku harus ke Inggris? Karena ingin belajar berbahasa Inggris sesuai aksen aslinya yang seksi itu. Selama ini kan aku ngoceh dengan gaya Paman Sam. *sok iye* Dan tentu saja sekali lagi, demi penyempurnaan jati diri. Oke, ini memang sotoy. Ini pasti dibilang gila dan lebay. Tapi karena ada “sesuatu” di sana yang membuatku harus ke sana. Namaku berasal dari seseorang yang pernah hidup di London. Seperti harus menuntaskan satu keping puzzle yang tersisa, eh? *drama dimulai!* Well, am a full time dreamer, for sure.

Tulisan ini sangat singkat dan semua bagiannya hanya menampilkan satu titik dari setiap tempat yang ingin aku satronin. Gak bakalan kutulis lengkap dengan amat sangat detail seolah pernah ke sana. Itu sih tinggal colek om Gugel ajah. Nanti, setelah aku benar telah menginjakkan kaki di Inggris, baru kutulis dengan rinci dan sepenuh cinta. *halah banget* Loooohh.. Iya dong, kalau menulis langsung dari lokasinya, akan terasa berbeda tulisannya.

Hidup itu dimulai dari sebuah impian. Untuk bisa lebih menikmatinya, coba ambil sebungkus camilan. Sensasi kriuknya bikin ketagihan, kan? Iya, begitu pula dengan satu mimpiku. GO TO ENGLAND TO FEEL BEING THAT DIANA EVEN FOR A MOMENT. 😉

Categories: Plan To Go | Tags: , , | Leave a comment

HALO LONDON 2015!

Dear London,

Kamu, kota berjuta misteri bagiku pribadi. Entah sejak kapan, aku memimpikan ke London (plus seluruh Inggris sih kalo boleh nawar :mrgreen: ) gratis dan lama. Hehehe, biarin aja lebay. Aku kan bukan horangkayah! 😀

Mungkin sejak aku masih SD, ketika dijejali berita tentang Kerajaan Inggris, lagu-lagu The Beatles & Bee Gees atau boleh lah The Rolling Stones 😆 , dan mulai jatuh cinta pada klub bola Machester United rasanya sudah banyak alasan untuk mengafirmasikan bahwa suatu saat aku akan sampai ke Inggris. Entah kota mananya dulu deh. London, Manchester, Liverpool, Glasgow dan entah apa lagi. Pokoknya ke Inggris!

Tetapi beberapa tahun terakhir, aku memfokuskan diri untuk menjejak di London terlebih dahulu. Ada magnet magis yang tak dapat kujelaskan mengapa. Seksi, romantis, misterius, maskulin, dan… *ini kenapa aku jadi susah nulisnya ya?*

Pagi ini, aku membaca twit dari Opa Ariman

“Kalo dicari padanannya, karakter penduduk kota London itu mirip dimana di sini ya. Medan, Jayapura, Surabaya, atau Jakarta? Coba cari.”

Tersentak rasanya. Pada saat yang hampir bersamaan, aku membuka info terbaru dari Oriflame tentang perjalanan Gold Seminar di London pada tahun 2015. Yaa Allah, 6 hari 5 malam di London GRATIS? Seriously? *shock* Allah, mudahkan… Mudahkan… Mampukan juga semua anggota jaringanku yaa Allah… Seru kayaknya kalau backpacking ke sana. 😆 Yakaleeee…. Suatu saat sama krucil berkelana ke Inggris ah! 😉

Gold Seminar Oriflame 2015

Gold Seminar Oriflame 2015

Bismillah, mari bekerja cerdas mulai dari sekarang!

Categories: Plan To Go | Tags: , , | Leave a comment

Jakarta, Seperti Biasa

Ya, seperti biasa. Aku kembali ke kota kelahiran. Namun kali ini, sendirian. Tanggal 29 Oktober 2013.

Pagi pukul 05.45 WIB, aku berangkat ke pool travel yang ada di Dipati Ukur. Damn, macet di semua arah. Kupikir gak akan separah Jakarta gitulah ya. Ternyata! Travel sudah pesan untuk pukul 07.00 WIB, sementara pada titik pukul 7 itu aku masih ada di Taman Sari! Errrrrrggghhh…. Pasrah, lihat saja gimana.

Pukul 07.15 WIB, sampai di pool sambil lari-lari konyol binti goblos sebenernya. Ya udah gak ada kali tuh mobilnya! Tanya ke CS, ada lagi pukul berapa? Ke fX pukul 10.30 WIB. Kalau mau yang pukul 8 berangkat, turunnya di Binus Kebon Jeruk. Alamak! Berhubung aku mengejar jadwal, ya sudahlah kita pergi saja ke arah Kebon Jeruk. Dengan biaya Rp80.000,- (lebih murah dibanding tujuan fX Rp100.000,-) sampailah di Binus pukul 11.15 WIB. Fyuh! Pakai acara balik arah dulu ke Slipi Jaya naik angkot. Menunggu bus 138 yang tidak kunjung tiba, akhirnya naik taksi juga ke Sentral Senayan dengan sambutan hujan dan petir. Hai hai hai Jakarta!

Sampai di Sentral Senayan dengan taksi Ekspress nomer BA5236 (lupa nama supirnya, gak kecatet di hape. keburu abis baterai) dengan menahan emosi.  Supir taksinya nguji nyali nih. Akunya juga ngetes dia. Sentral Senayan III terlewat dan dia malah ke Sentral Senayan I. Sialan! 27 ribu melayang buat supir gak jelas! Ya sudahlah ya, kita lanjut ke kantor tujuan.

Ketemu dengan PIC yang dimaksud, dan disuruh kembali pukul 13.30 WIB karena sedang ada rapat. Baiklah, kita cari kafe buat ngecas! Karena tepat jam makan siang, lumayan juga stres mencari tempat yang kosong. Ketemu satu tempat tersisa di Moscafe Plaza Senayan, smoking area. Yowes, gak papa!

Ngecas lepi dan ponsel, ngopi sejenak dan mengisi 4 lembar formulir. Sekitar pukul 13.45 WIB aku kembali ke kantor tujuan daaaaaaaannnn… Setelah menunggu kurang lebih 10 menit, obrolan pun hanya terjadi 10 menit!!! Antara senang, manyun, dongkol, lega, dan jenuh mau buru-buru pulang 😀 hehehehe 😛

Seharusnya siiiiih, bisa ya dapat bus yang arah ke Lebak Bulus kalau dari Ratu Plaza? Tapi ditunggu gak ada yang lewat. Ya sudahlah, ke Blok M dahulu via Al-Azhar. Tapi oh tapi macet ya bo! Fyuh! Sampai di Blok M, cari metromini Lebak Bulus dan langsung dapat! Ya, berterima kasihlah pada macet! Zzzzzzzz…… Sampai di Lebak Bulus pukul 16.20 WIB dan aku mencari mushala untuk bersandar pada stop kontak. 😆 Muehehehehehe :mrgreen:

Cukup terisi baterainya, naik bus dan menunggu sekitar 15 menit untuk berangkat. Tak kuat menahan kantuk, aku tertidur. Baru sampai daerah Kampung Rambutan, dicolek untuk bayar ongkos. Aaaaaakkk…. Udah gak bisa tidur lagi deh! HUH! Jengkel dan senep, selama perjalanan, aku gak bisa tidur lagi. Menatap jalan, menghitung sudah berlalu berapa kilometer. (Penanda kilometernya sampai kubaca: KM 45, KM 57, KM 80… Bandung 10 KM lagi) Hadeh!

Tiba di Leuwi Panjang pukul 19.10 WIB dalam keadaan lapar nih. Baru sadar, seharian gak makan 😀 Hanya ngopi dan ngeteh saking senewennya. Berhubung tidak menemukan makanan yang menggugah selera, kupikir nanti saja di dekat rumah ada tukang bubur kacang ijo nih.

Sampai di tukang bubur kacang ijo pukul 20.35 WIB dan ngantri banyak orang. Malas deh ih! Jadinya melirik ke sebelahnya, susu murni! 😛 Belilah aku yang beraroma durian, plus membeli 2 bungkus rasa cokelat dan strawberry untuk duo krucil. Tidak mendapatkan ojek sama sekali, berjalan menanjak ke rumah dalam keadaan super capek itu sesuatu banget.

Tiba di rumah… Langsung kerja sampai pukul 2 dini hari. Dan…. tewas! 😆

Jakarta…

Categories: Journey | Tags: , | Leave a comment

Blog at WordPress.com.